Cincin Kenangan

Cincin kenangan

Pagi ini Dira dibuat tertawa ria oleh Ririn, sahabatnya. Ia bercerita tentang banyak hal, tentang Mas Hendra yang udah gede tapi takut sama gelap, tentang Mini mouse lucu miliknya yang sering diajaknya tidur bareng, tentang Imah (pembantuya) yang hobi nyanyi lagu dangdut setiap hari dan terakhir tentang jalinan kasihnya dengan Dirga, cowok yang ia kenal didunia maya. Katanya, mereka berjanji untuk beremu disuatu hari dan nggak akan upload foto selama mereka belum ketemu. Itu hal yang konyol sekaligus aneh bagi Dira, ia pun menertawakannya.
“aku sama Dirga mau ketemuan Dir.”
“kapan?.”
“liburan nanti, aku udah nggak sabar Ra.”
Dira nggak nyangka, ternyata Ririn dan Dirga serius ngejalanin hubungan mereka. Bahkan ia sempat kagum pada sosok Dirga yang begitu romantic pada Ririn. Dirga begitu istimewa dihati Ririn hingga ia merasa iri dibuatnya.
Sayangnya, nasib cinta Dira nggak pernah sesukses Ririn, ia harus menuai kenyataan pahit semenjak setahun yang lalu. Pacar pertamanya yang bernama Rian pergi darinya untuk selamanya. karena kecelakaan. Hari itu tepat dengan ulang tahun Dira, saat Rian sedang menuju rumah Dira dengan membawa seutas cincin untuk hadiah ulang tahun kekasihnya. Namun naas, saat didepan rumah Dira, tiba-tiba truk menabrak motornya hingga tubuhnya terbanting jauh. Dira dan para undangan berhamburan keluar rumah dan menemui Rian yang sudah terkapar penuh darah. Dira menangis sejadi-jadinya dan memeluk Rian,
“kamu harus kuat Rian, kamu harus bertahan, please” ucapnya dengan terisak.
Disaat terakhirnya, ia masih sempat memberikan cincin pada Dira dan setelah itu juga ia pergi untuk selama-lamanya dari hidup Dira. Dan hingga sekarang, cincin itu tak pernah lepas dari jari manis Dira. Bahkan sampai saat ini tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan sosok Rian dihatinya walau sudah banyak cowok yang dekat dengannya.
Kring… bel tanda istirahat berbunyi, saatnya Dira dan Ririn mengisi perutnya yang sudah menagihnya sejak pagi. Hari ini menu makan siang mereka berbeda dari kemarin. Hari ini mereka memesan soto banjar Bu Ida yang markir didepan sekolahnya. Soto yang paling enak disekolahnya itu mereka nikmati bersama ditaman sekolah walaupun Ririn masih seru dengan laptopnya dan chatting dengan Dirga. Dira hanya tersenyum melihat sahabatnya yang sedang kasmaran itu.
“ ceelah.. nie orang lagi kasmaran, gak henti-hentinya nyengir ya..” ledek Dira.
“ ah kamu ini Dir, kaya nggak pernah kasmaran aja!.” Sahut Ririn dengan meledek Dira balik.
Mereka pun tertawa sambil bergegas menuju kelas kembali karena bel sudah berbunyi.
Sepulang sekolah, Dira istirahat dikamar dan tidak sengaja matanya tertuju pada kalender yang bergaris merah dan hitam. Sebuah tanda dimana ada sebauh kebahagiaan dan kesedihan di hari yang bersangkutan. Dira baru sadar bahwa dua hari lagi usianya akan bertambah dan bersama itu pula, genap satu tahun Rian meninggalkannya. Dengan cepat ia meraih fotonya bersama Rian yang berada disamping tempat tidurnya itu, tepatnya diatas lemari kecil yang berwarna biru. Ia mulai menatap pesona Rian lagi, disaat ia tersenyum manis dan merangkulnya. Disana, mereka tampak begitu bahagia dengan tersenyum manis bersama.
Dira pun menangis dan memeluk boneka, foto, dan mencium cincin pemberian Rian hingga ia tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi, Rian kembali hadir dalam hidupnya, ia nampak begitu tampan bak seorang pangeran. Ia tersenyum manis pada Dira, menatapnya dengan manja. Namun dalam mimpinya, saat Rian ingin memeluknya, mereka tidak bisa menyentuh satu sama lain hingga akhirnya sosok Rian mulai pudar dan menghilang.
Pagi itu begitu cerah namun tak secerah hati Dira, ia nampak begitu sedih dan murung. Ia masih mengingat mimpinya, yang seakan-kan melihat sosok Rian bak hidup kembali. Moodnya tiba-tiba hilang, disekolah ia nampak murung hingga membuat teman-temannya heran melihatnya. Karena sosok Dira pagi ini berubah, Dira yang ceria tiba-tiba menghilang dan seakan kembali seperti ia kehilangan Rian dulu padahal hari itu hasil ujiannya akan dibagikan.
Disaat pengumuman hasil ujian sekolah, Dira kembali mendapatkan peringkat pertama dikelasnya sedangkan Ririn masih tetap dibawahnya. Mungkin inilah satu-satunya jalan yang bisa membuat Dira tersenyem kembali. Ia naik keatas panggung bersama para juara lainnya. Orang tuanya bangga melihat keberhaslan anak bungsu mereka itu.
“Mungkin ini adalah kado terindah dari Tuhan untukku, hadiah teristimewa untuk ulang tahunku mekipun dulu yang menempati ini adalah hadiah Rian, tapi sekarag dia sudah pergi.” Ucap Dira dalam hati.
Dimalam ulang tahunnya, Dira tak mendapat ucapan dari orang tua, kakaknya, keluarganya bahkan teman-temannya. Dira menangis dikamarnya dan tak mau keluar kamar meskipun untuk makan sekalipun. Padahal Ibunya sudah membujuknya beberapa kali tapi tetap saja ia tidak mau. Ia menangis hingga ia teridur dan bermimpi Rian lagi. Rian berkata padanya,
“ Happy Brithday ly, aku sayaaaang banget sama kamu”
Namun tiba-tiba
buarr..
ia diguyur air oleh kakaknya dan segera bangun bersamaan dengan diyanyikannya lagu ulang tahun oleh orang tua dan kakaknya serta teman-temannya yang memang sengaja hadir untuknya. Namun ada yang aneh, Ririrn tidak hadir diacaranya. Ia menelponnya berkali-kali namun tidak juga diangkat. Hingga akhirnya ia menyerah dan merasa kesal pada Ririn.
Dipagi hari ulang tahunnya, ia dibangunkan dengan suara telpon rumahnya. Ia bangun dan menerima telpon yang ternyata dari orang tuanya Ririn,
“hello, ini Dira Septiana kan?”
“iya, ini siapa?”
“ini Ibunya Ririn nak, kamu cepat ke RSCM ya, Ibu tunggu”
Dira kaget bukan main, ia mulai merasa ada hal aneh pada Ririn, ia seakan akan menjadi takut kehilangan Ririn. Dengan cepat, ia membangunkan kakaknya agar segera mengantarnya ke Rumah sakit. Ia begitu khawatir dengan Ririn, ia takut kehilangan Ririn seperti ia kehilangan Rian dulu.
Setibanya dirumah sakit, orang tuanya Ririn telah menunggunya diloby rumah sakit dan membawanya kesebuah ruang ICU. Dira kaget melihat Ririn yang terbaring lemah dengan beberapa selang, ia bagaikan seseorang yang mengidap penyakit ganas. Dan ternyata benar, kata Ibunya, Ririn sudah mengidap kanker ganas setelah setahun yang lalu dan kemarin kankernya kambuh. Ia juga mengatakan kalau Ririn meminta Dira datang kerumah sakit karena ia ingin mengatakan sesuatu padanya. Lima menit kemudian, Ririn siuman dan meminta Dira masuk keruangan sendirian.
“Dir, sebelum aku pergi, aku pengen minta satu permintaan aja sama kamu, please!”
“Baik Rin, aku janji akan ngelakuin apa yang kamu minta!”
“kamu janji Ra?”
“Iya, aku janji, demi kamu!”
Ririn melepas cincin pemberian Dirga seminggu yang lalu, yang ia kirimkan disalah satu agen pengiriman barang.
“Please Dir, terima cincin ini dan besok, kamu temui Dirga ya, alamatnya ada di laptopku, kamu buka aja facebookku, please Dir, p…lease”
Cincin itu terjatuh dari tangannya dan ia menutup matanya untuk selamanya. Dengan cepat, Dira memanggil orang tuanya dan dokter. Dengan menangis, Ibunya memeluk Ririn yang telah terbujur kaku. Dira menangis sejadi-jadinya bahkan ia hampir pingsan tapi untunglah ada Dimas, kakaknya.
Setelah pemakaman usai, ponsel Ririn bordering yang disana tertulis “my lovely”, Dira bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Ia ingin menerima panggilan itu tapi hatinya berkata ‘jangan’ hingga akhirnya ia putuskan untuk menerimanya.
“bee, aku tunggu kamu ditaman kota ya!, aku udah nggak sabar bee ketemu kamu, aku punya surprise bee, cepetan ya!.“
Panggilan itu berakhir padahal Dira belum sempat bicara.
Dira segera pergi menuju taman kota untuk menemui Dirga, pacar Ririn. Setibanya disana, Dira mengirim pesan melalui ponsel Ririn.
“kamu dimana?”
Beberapa detik kemudian, bbmnya dibalas,
“aku didekat pohon yang dekat danau bee.”
Dira pun segera menuju tempat yang dikatakan Dirga, ia sempat penasaran dengan Dirga yang selama ini begitu baik pada Ririn. Tapi sayang, Ririn tak sempat melihat bagaimana wujud Dirga dialam nyata, bukan didunia maya.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya Dira menemukan tempat dimana Dirga berada. Disana, Dira melihat ada dua orang pria yang sedang menunggu. Yang satu menggunakan baju berwarna merah, rambutnya keriting, wajahnya pas-pasan, kulitnya hitam. Lantas saja Dira kaget melihatnya, ia takut kalau orang itu adalah Dirga. Tapi pemuda satunya itu tampak berbalikan dengan pemuda yang tadi. Orang itu memakai baju biru muda dan bercelana jeans hitam, rambutnya lurus dan keren, kulitnya putih seperti Dira dan yang tak ketinggalan, cowok itu ganteng. Dira harap, orang itulah Dirga, karena ia takut Ririn kecewa kalau Dirga itu seperti orang tadi.
Dira bingung, ia takut salah orang tapi untunglah, ia mendapat ide brilian. Ia mencoba miscall Dirga dan betapa ia kaget, kedua-duanya memegang ponselnya. Ia semakin bingung setelah idenya gagal total, tapi ia pantang menyerah. Ia mencoba mengingat-ngingat cerita Ririn sebulan yang lalu. Saat Ririn menceritakan apa saja yang disukai Dirga. Dan akhirnya ia ingat, Dirga paling benci warna merah dan paling suka dengan warna biru. Iapun tahu jawabannya, ia mencoba menemui pemuda tampan itu.
“ee..hay, kamu Dirga?”
Dengan tersenyum,pemuda itu menjawab
“iya.”
Mereka berdua saling diam tanpa bicara. Dira bingung harus berkata apa dulu, hingga akhirnya ia putuskan untuk mengeluarkan foto Ririn dari tasnya dan menyerahkannya pada Dirga. Walau tampak bingung, Dirga mengambil foto itu dengan sedikit ragu.
“ini foto siapa bee?, foto sahabat kamu itu ya?, tapi tenang bee cantikkan kamu ko!.”
Dira kaget dengan pernyataan Dirga, Dira bingung mau jawab apa.
“maaf, itu bukan Dira. Dira itu saya.”
“kamu becanda kan bee?”
“nggak, aku beneran Dira.”
“terus, Ririn mana?, dan foto ini..?”
“di.. dia itu Ririn, dia sudah pergi Dir!”
Dirga terlihat begitu kaget dengan apa yang dikatakan Dira. Ia nampak tak percaya hingga akhirnya Dira membawanya menuju pemakaman, tempat peristirahatan terakhir Ririn dan sekalian juga ia ingin menemui Rian dimakamnya.
Dari luar gerbang, makam Ririn sudah terlihat. Makam itu masih basah dan begitu sejuk karena dinaungi pohon melati yang cukup besar dibelakangnya. Makam itu bertuliskan ‘Maurin adelia’, Dirga nampak syok dengan kenyataan yang ada. Ia seperti ingin menyalahkan Tuhan. Tapi untunglah, Dira segera mencegahnya dan menunjukkan pada Dirga dengan makam yang bersebrangan dengan makam Ririn. Makam itu bertuliskan ‘Rian Prayoga’, seseorang yang begitu istimewa dihati Dira. Dirga pun kaget melihat kesamaan nasibnya dengan Dira, mereka pun sama-sama membeli bunga mawar putih untuk Rian dan Ririn, seseorang yang begitu special dihati mereka. Setelah setahun berlalu, Dirga dan Dira semakin dekat, merekapun juga sudah kuliah dan semakin dewasa. Tapi mereka tidak pernah lupa dengan Rian dan Ririn, yang takkan pernah tergantikan oleh waktu dihati mereka masing masing.
The End

Comments